Casminih Tapip

Kepala Sekolah di SMAN 1 Karangtengah Cianjur. Senang menulis dan terus menulis. Memiliki keluarga kecil, suami dan dua anak lelaki. Keluarga bahagia dun...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tragedi Payung Ungu (Episode 2)      (Tantangan Hari Ke-29Tantangan Gurusiana)

Tragedi Payung Ungu (Episode 2) (Tantangan Hari Ke-29Tantangan Gurusiana)

Supardi siuman dari pingsan. Ia tengok kanan dan kiri karena tempat itu terasa asing baginya.

"Dimana aku?" tuturnya.

"Di rumah Pak Mantri Nandang. Pak Supardi pingsan tadi, di rumah Bu Marni." jelas Bu Saskia, guru kelas IV SD Pasir Jambu. Muka Supardi terlihat memerah. Supardi mengangkat badannya mencoba mau turun dari tempat tidur. Ia meringis, sepertinya pusing.

Supardi akhirnya diantar pulang oleh dua orang guru. Marni yang habis membawa Marlita berobat ke Bidan, ikut menengok Supardi di rumah Pak Mantri Nandang. Marni dan rombongan yang akan mengantarkan Supardi bertemu di pintu keluar. Pardi memandang Marni agak lama. Tapi, mulutnya tetap terkunci. Supardi dan Para guru berlalu dari pandangan Marni. Ibu dan anak itu memutuskan untuk pulang ke rumah.

Keesokan hari, Marni sudah menunaikan kewajibannya untuk bekerja. Ia tak melihat sosok Supardi. Pak Musafah yang kemarin mengantar Supardi menyampaikan warta kepada Marni bahwa Supardi masih sakit. Hari itu, Marni bekerja agak berat karena mengerjakan juga pekerjaan Supardi. Tapi sepertinya Marni ikhlas bisa mengerjakan pekerjaan orang lain.

Sebenarnya Marni berperasaan tak enak karena belum menengok Supardi yang sakit. Akan tetapi rasa bersalahnya itu sedikit terobati.

"Bukankah di rumah Supardi itu ada istri yang bisa membantu dalam sakitnya. Sudahlah. Paling aku akan minta maaf besok lusa karena belum menengoknya." gumam Marni. Ia fokus dengan pekerjaan yang agak banyak. Waktu berlalu cepat yang dirasakan ibunda Marlita itu. Rampung juga pekerjaan. Ia bersiap pulang. Ditujunya pangkalan ojeg yang tak jauh dari sekolah.

Marni membonceng ojeg dengan lelah yang memburu. Motor ojeg membelok ke jalan setapak menuju rumahnya. Jalan tak bisa dijejaki mobil tapi cukup untuk sepeda motor. Tiba-tiba, tukang ojeg menghentikan motornya. Marni sangat kaget karena di depannya sudah berdiri Supardi. Ternyata Supardilah yang menghentikan ojeg itu.

"Sudah sampai di sini ya. Biar saya yang melanjutkan." ucap Supardi kepada tukang ojeg sambil memberikan ongkos kepada tukang ojeg. Marni terbengong. Ibunda Marlita itu bak kehabisan kata-kata. Bingun harus mengatakan apa kepada Supardi atas semua yang terjadi.

"Ayo naiklah, saya antarkan." suruh Supardi. Marni agak ragu menaiki motor Supardi.

"Biar aku jalan saja. Bukankah sudah dekat." Marni melangkah ke depan.

"Hei, saya sengaja menunggumu untuk mengantarmu pulang." sambil menarik tangan Marni. Marni menatap tajam kepada Supardi. Semakin bertambah keanehan yang bergejolak di hati Marni, akan Supardi. Marni bersikukuh untuk tidak ikut Supardi. Akhirnya Supardi mengalah, mengikuti Marni dari belakang sambil menuntun motor.

Sampai juga di rumah Marni. Marlita sudah ada di teras bersama uwaknya. Marni langsung menggendong anaknya yang sudah sedari tadi menanti kedatangannya. Ibu dan anak itu memasuki rumah sederhana peninggalan suami Marni. Hal pertama yang dilakukan Marni adalah menyusui anaknya. Setelah sang anak kenyang, ia lalu membuka bungkusan lotek yang tadi dibelinya dekat sekolah. Ia makan dengan lahap.

"Astagfirullah haladzim. Kang Supardi sudah pulangkah?" Marni segera melangkah cepat. Didongakkannya kepalanya keluar untuk memastikan apakah supardi masih ada di luar atau sudah pualang. Tertangkap oleh mata Marni, sesosok lelaki dengan pandangan lusuh, menatap dedaunan yang menjurai. Melihat hal itu, Marni segera keluar.

"Saya buatkan teh ya?" Supardi hanya membisu. Setelah itu mengangkat pantatnya yang sedari tadi dihujamkan pada bale-bale bambu yang keras. Ia menatap Marni. Masih tanpa kata-kata. Ia menuju motor bututnya. Dinyalakannya mesin motornya berkali-kali. Tak menyala. Akhirnya terdengar mesin motornya menderu dibarengi dengan asap yang menyesakkan dada. Supardi meninggalkan rumah Marni dengan mennyisakan teka-teki.

"Lita bobo ya biar cepat sembuh." tutur Marni kepada anaknya. Dibukanya pintu rumah yang menimbulkan derit karena usia pintu yang tak muda lagi. Marni terkesiap karena di dalam rumah ada kakak yang membantunya mengasuh Marlita bila ia bekerja.

"Apa yang kamu lakukan bersama pria itu?" tiba-tiba kakaknya melontarkan kalimat itu.

"Maksudnya apa?"

"Kamu punya otak, masa tidak digunakan." volume agak tinggi yang meluncur dari mulut kakak Marni.

"Saya tidak mengerti sama sekali. Sepertinya saya korban dari keadaan ini." Entah dari mana Marni memiliki kalimat itu dan apa maksud kalimat itu. Marni menangis. Marlita memandangi ibunya. Ada gurat sedih dari wajah balita yang polos itu. Tangan mungilnya berkali-kali menyentuh wajah Marni yang berurai air mata.

"Dia menyampaikannya, tadi." kakak Marni menutup ucapannya.

Marni meninggalkan kakaknya,menuju belakang rumah. Dipandanginya pohon-pohon bayam yang tertiup angin. Teduh dan damai matanya menyaksikan lambaian daun-daun bayam yang menghijau.

"Apa aku harus mengadu padamu? Apa sebenarnya yang terjadi? Siapa Supardi?" Sambil meninabobokan Marlita, lubuk hati Marni bertanya-tanya tak tentu arah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post